Jumat, 07 Maret 2014

Perang Hibrida dalam era teknologi informasi

Tulisan ini akan membahas mengenai perang hibrida, apa implikasinya terhadap TNI AD, pelajaran apa yang bisa dipetik, apa yang harus dilakukan oleh TNI AD, dan bagaimana teknologi informasi akan sangat berperan dalam menentukan kemenangan perang hibrida ini khususnya melalui konsep cyber warfare sebagai salah satu payung dalam perang informasi dengan memanfaatkan semua channel/saluran/ media massa untuk secara sistematis dan terus menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan masyarakatnya melalui pembinaan teritorial.

Bagaimana Implikasi perang hibrida terhadap TNI AD

Martin van Creveld, profesor emeritus, seorang ahli militer dari Israel penulis buku The Transformation of War, meramalkan bahwa konflik militer konvensional antar angkatan bersenjata reguler akan menurun frekuensinya, namun konflik intensitas rendah (low intensity conflict) yang dilakukan oleh milisi, penguasa lokal, kelompok kriminal, dan pasukan paramiliter akan meningkat secara eksponensial. Bahkan diramalkan secara jelas bahwa konflik itu lebih cenderung antara kelompok etnis dan kelompok religius (conflicts will be between ethnic and religious groups). Dalam ramalannya disebutkan juga bahwa negara berkembang kemungkinan sulit memenangkan konflik ini. "In numerous incidents during the last two decades, the inability of developed countries to protect their interests and even their citizens’ lives in the face of low-level threats has been demonstrated time and time again". Prediksinya apabila dikaitkan dengan kondisi Indonesia ternyata memang terbukti saat ini, dan konflik semacam ini lah yang oleh para penulis Amerika dirumuskan sebagai perang hibrida.


Khusus mengenai kondisi di Indonesia dikaitkan dengan perdiksi Martin van Creveld ada beberapa ancaman aktual terkait dengan perang hibrida ini yaitu masalah konflik horizontal antara kelompok etnis dan kelompok religius, jaringan narkoba, kelompok insurjen dan terorisme. Dengan demikian ancaman perang hibrida itu memang benar-benar ada sesuai yang dinyatakan dalam amanat Panglima TNI, oleh karenanya TNI AD harus sedia payung sebelum hujan, jangan sampai ketika perang itu terjadi, TNI AD tidak punya alat perang yang memadahi, artinya TNI AD harus melakukan respon cepat dan beradaptasi dengan perang gaya baru ini. Oleh karenanya alutsista yang sedang dibeli oleh TNI AD dan program yang sedang dikembangkan saat ini hendaknya juga dalam konteks menghadapi perang hibrida tersebut. Apabila langkah TNI AD tidak menyesuaikan dengan ancaman nyata tersebut maka kita akan terdadak dan apabila tidak siap maka harus menerima konsekuensinya.

Pelajaran Apa yang Bisa Dipetik

Dengan menebarkan konsep perang hibrida ini maka sebenarnya negara Amerika secara tidak langsung menyatakan bahwa itu adalah perang yang sulit dimenangkan karena semakin ditekan maka kreativitas manusia yang menjadi musuhnya selalu dapat mengembangkan kemampuan daya tahannya. Apabila sebelumnya satu negara yang mempunyai keunggulan kekuatan militer dan ekonomi dengan mudah mengalahkan negara lain yang lebih kecil kemampuannya, namun saat ini dapat dikatakan tidak berlaku lagi. Ada beberapa bukti sejarah bahwa negara yang relatif terbatas kemampuannya dapat bertahan dan bahkan kemudian unggul ketika diserang oleh negara besar. Sebagai contoh, Vietnam mampu bertahan terhadap serangan AS dan bahkan mengusir mereka keluar dari negaranya. Demikian pula ketika bangsa Afghanistan bertahan dari gempuran Uni Soviet.

Dari contoh-contoh tersebut ternyata keunggulan dan kemenangan militer konvensional negara besar tidak otomatis meniadakan kemampuan perlawanan negara kecil. Artinya, negara besar sudah sangat menyadari bahwa ukuran sukses perang dewasa ini haruslah dapat mencapai kemenangan damai. Artinya, suatu bangsa penyerang harus dapat menundukkan sepenuhnya kehendak bangsa yang diserang sehingga terwujud kondisi damai agar pihak penyerang dapat menguasai sepenuhnya negara yang diserang. Dengan demikian akan lebih efektif apabila negara kecil tersebut dapat dibawa terlebih dahulu dalam cara berpikir dan persepsinya sesuai dengan kepentingan negara besar tersebut. Oleh karenanya, maka yang pertama diberi perhatian serius adalah pikiran dan persepsi masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun kebudayaan. Caranya adalah memanfaatkan semua channel/saluran/media massa di negara itu dan memanfaatkannya untuk secara sistematis dan terus menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan masyarakat. Disamping itu, negara besar tersebut juga akan menginfiltrasi kelompok Lembaga Swadaya (LSM) dan partai politik dengan memberikan bantuan dana atau dukungan. Bahkan yang lebih canggih adalah menguasai tokoh-tokoh masyarakat, militer atau partai untuk berfikir yang sama dengan kehendak negara besar itu, sehingga tujuan akhirnya adalah perubahan rezim atau turunnya pihak yang sedang berkuasa. Jadi, penaklukan secara militer konvensional saja tidak cukup, karena apabila setelah ditaklukkan dan muncullah gerilya yang militan maka akan gagal lah negara itu menguasainya secara damai dan terpaksa akan masuk dan mengalami perang hibrida yang lebih sulit.

Apabila Indonesia ingin dapat bertahan sebagai bangsa pejuang yang besar maka yang pertama dibangun dalam menghadapi era perang hibrida ini adalah menguatkan jati diri bangsa Indonesia agar tidak mudah terbawa oleh paham-paham yang tidak sesuai dengan filosofi yang ada dalam Pancasila. Pancasila sudah terbukti sebagai benteng kekuatan untuk melindungi dari ancaman, gangguan, tantangan serta hambatan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya maka TNI AD haruslah menjadi pengawal yang setia terhadap Pancasila untuk menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Apa yang Harus Dilakukan TNI AD dengan perang hibrida

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok tersebut dilakukan dengan melalui operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia)

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut TNI AD mengemban dua fungsi utama yaitu fungsi Pertempuran dan fungsi Pembinaan Teritorial. Fungsi Pertempuran menyelenggarakan pertempuran di darat, yang meliputi: manuver, intelijen, tembakan, dukungan, perlindungan, kodal dan informasi dalam rangka pertahanan negara di darat. Sedangkan fungsi Pembinaan Teritorial menyelenggarakan perencanaan, pengembangan, pengerahan, dan pengendalian potensi wilayah pertahanan dengan segenap aspeknya untuk menjadi kekuatan sebagai ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh untuk kepentingan pertahanan negara di darat.

Kombinasi dua fungsi utama ini sangat cocok untuk menghadapi perang hibrida. Kemampuan tempur yang dikembangkan sesuai dengan ancaman yang timbul baik yang sifatnya konvensional maupun inkonvensional, reguler maupun irreguler; sedangkan kemampuan pembinaan teritorial akan sangat berguna untuk mengembangkan ketahanan wilayah agar memiliki daya tangkal yang efektif, baik terhadap kemungkinan serangan militer terbuka maupun serangan Perang Informasi yang tertutup. Untuk mewujudkan daya tangkal dan ketahanan dibidang militer konvensional saat ini masih sulit karena TNI AD belum diberikan anggaran yang memadahi untuk membangun satu kekuatan militer yang andal. Salah satu cara yang lebih realistis yang bisa dikembangkan adalah daya tangkal di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Walaupun untuk mewujudkan kemampuan militer secara konvensional masih sulit dan untuk mengembangkan daya tangkal di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya masih mengalami banyak hambatan, namun dalam rangka menghadapi perang hibrida tersebut maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:

a. Kemampuan Tempur. Kondisi di Indonesia yang terkait dengan ancaman hibrida yaitu masalah konflik horizontal antara kelompok etnis dan kelompok religius, jaringan narkoba, kelompok insurjen dan terorisme. Empat hal inilah yang merupakan ancaman serius bagi Indonesia. Disamping itu ada masalah yang cukup serius dan akan menjadi ancaman yang harus dihadapi yaitu kebiasaan warga negara Indonesia yang suka “sweeping” warga negara asing apabila terjadi hubungan yang kurang harmonis antara Indonesia dan negara asing tersebut. Apabila dalam sweeping tersebut terjadi korban, maka akan ada kemungkinan negara asing masuk untuk melindungi warga negaranya dengan mengirimkan pasukan mereka, sehingga kemampuan tempur pun harus disesuaikan dengan kemungkinan ini. Oleh karenanya latihan-latihan yang berkait dengan penanggulangan konflik horizontal, jaringan narkoba, insurjen, dan terorisme selalu harus dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila kejadian ini benar terjadi. Pasukan inti TNI AD seperti Kopassus dan Kostrad harus selalu memprogramkan dan melaksanakan latihan berkait dengan hal-hal tersebut. TNI AD juga harus melaksanakan latihan dengan matra yang lain untuk membiasakan diri melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan pasukan sejenis yang mempunyai kemampuan tempur yang setara.

b. Kemampuan Teritorial. Ketahanan wilayah merupakan satu prasyarat mutlak untuk menuju pada ketahanan nasional, fungsi inilah yang seharusnya dilaksanakan oleh komando teritorial TNI AD melalui program yang berkaitan dengan pembinaan ketahanan wilayah (bintahwil). Kegiatan Pembinaan Ketahanan Wilayah pada dasarnya merupakan perwujudan dari Kesadaran Bela Negara, dengan faktor yang paling dominan adalah seberapa besar tingkat kesadaran masyarakat dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam perlawanan rakyat guna menangkal setiap ancaman.

Sampai saat ini rasanya belum ada untuk pembinaan kemampuan teritorial dalam bentuk latihan yang menajamkan kemampuan anggota TNI AD dalam bidang ini karena belum ada tolok ukur seperti pada penajaman kemampuan tempur yang dapat dikuantifikasikan, seperti misalnya dilakukan dengan pemberian brevet keahlian. Oleh karenanya perlu standarisasi kemampuan personel seperti yang dilakukan oleh tentara teritorial seperti yang dilakukan oleh Inggris, Amerika dan beberapa negara lain yang memang terdiri dari ahli yang berkaitan dengan antropologi, teknik sipil, pertanian, ahli bahasa dan bidang-bidang sejenis yang cocok untuk penugasan dalam operasi teritorial.

Dalam konteks perang hibrida seperti disampaikan dalam amanat Panglima TNI yang membedakan dengan perang konvensional adalah adanya pemanfaatan teknologi informasi untuk cyber war, dengan demikian maka kemampuan menguasai teknologi ini juga menjadi faktor yang penting. Apabila selama ini pembinaan teritorial diarahkan untuk pelatihan wanra yang sifatnya fisik, maka perlu dipikirkan akan adanya pelatihan wanra dalam bidang cyber agar mampu mengikuti perkembangan informasi di dunia maya khususnya yang berkaitan dengan media sosial sekaligus dapat melaksanakan perlawanan rakyat di bidang perang informasi.

Dalam menghadapi ancaman perang hibrida ini, personel yang bekerja di bidang teritorial konsekuensinya harus mempunyai kemampuan cukup baik dalam penguasaan bidang ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya termasuk penguasaan teknologi informasi. Yang tidak kalah pentingnya adalah personel tersebut harus mampu memberikan penjelasan mengenai teritorial ini kepada masyarakat secara ilmiah agar semakin banyak orang yang meyakini bahwa dengan teritorial ini bangsa Indonesia akan dapat mencapai kemajuan yang signifikan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

c. Rumuskan Teritorial sebagai Ilmu. Pembinaan Teritorial yang selama ini diklaim sebagai roh TNI AD haruslah diilmiahkan sehingga menjadi ilmu yang bisa dipelajari dan diterapkan untuk membantu kesuksesan setiap operasi yang digelar oleh TNI AD baik di dalam maupun di luar negeri. Sampai saat ini apabila ada pihak yang ingin mempelajari teritorial akan sulit mencari dimana tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kerancuan mengenai apa yang disebut sebagai teritorial. Penulis mengusulkan untuk cenderung memandang teritorial ini sebagai salah satu staf dalam militer dan dikembangkan mengikuti pola negara-negara lain namun dengan mengusung nilai-nilai asli Indonesia. Apabila kita mengambil padanan dengan militer negara lain maka kita dapat petakan sebagai berikut:


Ketika berbicara Teritorial sebagai staf militer maka padanan yang ada adalah sebagai Civil Affair atau Civil Military Cooperation (CIMIC) di negara-negara lain. Oleh karenanya, tidak ada salahnya apabila kita meniru Korea yang mengusung konsep CIMIC namun dengan nilai-nilai Korea yang mengemas konsep Saemaul Undong yang berisi tiga nilai utama yaitu: rajin (dilligence), berdikari (self-help) dan gotong royong (cooperation) (http://www.saemaul.or.kr/english/). Untuk mengilmiahkan Teritorial sebagai CIMIC yang mengusung nilai-nilai asli Indonesia, maka yang pertama kali dirumuskan adalah nilai apa yang akan dimasukkan (pilih dua atau tiga nilai saja, misalnya ramah, berdikari, gotong royong, ringan tangan dan sebagainya). Setelah dipilih nilai luhurnya maka hal itu perlu dibakukan dan dibentuk pusat-pusat pelatihan teritorial di seluruh Indonesia. Berikutnya adakan evaluasi ketika dilaksanakan pada operasi di medan pertempuran yang berbeda-beda dan diadakan penyesuaian-penyesuaian, baru berikutnya dirumuskan konsep bakunya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman operasi tersebut (lesson learned). Setelah konsep baku ini jadi maka dapat digunakan sebagai pedoman bagi TNI AD untuk menjadikan teritorial sebagai roh dari TNI AD. Dengan demikian apabila memang sudah terbukti bahwa teritorial ini memang menjadi roh TNI AD maka siapapun dan dimanapun orang bertanya tentang teritorial rakyat pun akan mengetahui tentang hal tersebut. Hal ini bisa dianalogikan dengan sistem Subak di Bali, dimanapun petani atau orang ingin tahu tentang Subak maka ketika pergi ke Bali kemanapun perginya asal bertanya kepada petani maka mereka akan bisa menjelaskannya karena Subak sudah menjadi bagian dari hidup atau roh petani di Bali. Demikian pula, nantinya apabila orang bertanya tentang teritorial maka setiap prajurit dan rakyat akan tahu karena hal itu sudah menjadi bagian dari kehidupan prajurit. Dengan demikian maka dalam menghadapi ancaman perang hibrida ini, setiap prajurit akan siap dan tahu karena teritorial ini sudah menjadi roh dari setiap prajurit.

d. Bangun Logistik Wilayah

Perang apapun bentuknya pasti memerlukan dukungan logistik. Dengan demikian apabila kita menghadapi perang hibrida ini maka kita perlu secara terencana harus membangun logistik wilayah. Sampai saat ini rasanya belum tersedia logistik wilayah yang tersusun dalam kesisteman logistik untuk mendukung perang semesta, sesuai dengan potensi daerah. Rasanya yang dilakukan oleh satuan teritorial adalah baru sekadar melaksanakan pendataan terhadap potensi wilayah. Secara umum ada tiga elemen logistik yang penting yaitu materiil, fasilitas dan jasa. Saat ini kegiatan penyiapan sarana depo logistik di daerah yang berjalan baru depo-depo logistik dari Bulog (urusan beras) dan Pertamina (urusan bahan bakar minyak), inipun baru terbatas pada daerah yang padat penduduknya. Depo atau pusat penimbunan logistik yang lain yang lebih spesifik dalam rangka menghadapi perang hibrida pun sampai saat ini belum ada konsep yang jelas. Oleh karenanya para ahli logistik TNI AD diharapkan segera menyusun konsep sistem logistik wilayah untuk mendukung konsep hibrida ini.

Seperti disampaikan diatas bahwa walaupun dengan pembinaan teritorial aspek sosial budaya dan aspek lain dalam masyarakat dapat dikuasai, namun kita juga tidak boleh melupakan faktor teknologi untuk dapat membantu memenangkan perang hibrida ini. Salah satu teknologi yang saat ini berperan penting adalah Teknologi Informasi khususnya untuk mendukung konsep perang informasi dan perang cyber. Oleh karenanya penguasaan dan kepemilikan teknologi ini secara aman dan secara mandiri merupakan satu hal yang penting untuk mendukung konsep perang hibrida ini.


Semoga bermanfaat.


Penulis oleh : Budiman S.Pratomo [Kasubdis Binfung Disinfolahtad]

1 komentar:

  1. malam bang terimakasih tulisan di blog...nya bang budiman sangat bermanfaat......utk saya...dari muridnya bang budiman kol chb moh hermanus

    BalasHapus