Minggu, 09 Maret 2014

Budiman S Pratomo Pakar IT tentang perang hibrida


Perang hibrida menurut pakar IT Budiman S Pratomo merupakan istilah yang masih asing di telinga kita sebagai anggota TNI. Namun sebenarnya kata perang hibrida ini sudah akrab bagi TNI karena konsep ini sebenarnya merupakan konsep “perang rakyat” yang menggunakan segala daya upaya dan sumber daya agar tidak dapat dikalahkan oleh lawan, perbedaannya hanyalah penggunaan senjatanya yang meliputi nuklir dan teknologi cyber. 
 
Menurut Budiman S Pratomo, Konsep perang hibrida inilah yang masih diyakini kehebatannya oleh banyak kalangan terutama oleh para pendahulu kita. Istilah ini sebenarnya apabila dirunut berawal dari metafora untuk menggambarkan tuntutan medan perang modern oleh Jenderal (Mar) Charles C. Krulak tentang tantangan yang dihadapi oleh marinir Amerika Serikat (AS) ketika bertugas di "negara gagal" seperti Somalia dan bekas Yugoslavia. Krulak menyadari bahwa medan perang masa depan adalah: terjadi di perkotaan, sifatnya asimetris, situasinya sulit membedakan antara pejuang dan non kombatan, dan persenjataan canggih sudah tersedia dengan mudah untuk semua pihak. 
 
Krulak menyebutnya dalam istilah perang tiga blok (Three Block War), “Anda berjuang seperti iblis pada satu blok, Anda berbuat baik menyerahkan bantuan kemanusiaan di blok berikutnya, dan Anda harus berjuang untuk tetap menjaga supaya kedua faksi tidak bertikai di blok yang berikutnya”. (Marine Corps Gazette, edisi 1999).
 
Pakar IT Budiman S Pratomo menjelaskan apapun bentuk perangnya, yang harus selalu diingat adalah bahwa yang menjadi musuh adalah manusia, karena manusia maka selalu mempunyai kemampuan kreatif untuk tidak dapat ditaklukkan. Akibatnya, walaupun secara militer konvensional mudah ditaklukkan namun selalu saja musuh tersebut siap untuk berperang walaupun tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Keunggulan konvensional satu negara akan menciptakan ide baru bagi negara-negara dan aktor non-negara untuk bergerak keluar dari modus perang konvensional dan mencari kemampuan lain yang merupakan kombinasi dari teknologi dan taktik untuk mendapatkan keuntungan. Oleh AS, kelompok ini dikenal sebagai penantang tidak teratur (irregular challengers) yang meliputi aktor-aktor yang bermain dalam terorisme, pemberontakan, perang terbatas, perang gerilya, dan perang narkoba. Kelompok-kelompok ini akan mengeksploitasi keuntungan taktis pada waktu dan tempat yang mereka pilih sendiri, dan memperbesar keuntungan mereka melalui media dan perang informasi, untuk melemahkan AS. Ini lah yang disebut oleh mereka dengan perang hibrida.
  
Apa itu Perang Hibrida.
Sejauh ini, apabila kita mendengar kata hibrida, maka bayangan kita langsung teringat dengan masalah pertanian, karena istilah ini yang paling sering terkenal dulu-dulunya selalu terkait dengan kelapa hibrida. Namun ternyata istilah hibrida juga berlaku dalam dunia perang, kita mendengar hal ini dari rangkuman amanat Panglima TNI yang mengingatkan para prajuritnya agar siap-siap menghadapi perang baru yang bernama perang hibrida, seperti yang beliau sampaikan dalam upacara hari Senin, tanggal 18 Februari 2013 (http://www.tni.mil.id/view-45760-amanat-panglima-tni-pada-upacara-bendera-17-an-tanggal-18-februari-2013.html).
 
 
Lebih lanjut Budiman S Pratomo menjelaskan apabila kita mengacu pada pendapat dari para ahli yang mendalami teori mengenai perang hibrida maka kita akan mendapatkan hal-hal yang kurang lebih sama. Salah satunya adalah Frank Hoffman yang mendefinisikan perang hibrida sebagai setiap musuh yang menggunakan secara bersama dan mengkombinasikan senjata konvensional, perang tidak teratur, terorisme dan cara kriminal dalam pertempuran untuk mencapai tujuan politis (Conflict in 21st Century: The Rise of Hybrid Wars)
  
Semoga bermanfaat. 

Penulis adalah Pakar IT Budiman S Pratomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar